Kamis, 31 Oktober 2013

secarik kertas cerita AKU, KAMU, dan DIA

Kamu bilang sudah tidak ada perasaan lagi?
Sudah biasa saja?
Bohong!
Bohong besar!
Aku tau, dan aku yakin tak semudah itu melupakan perasaan kepada orang yang tlah lama hadir dan mengisi harimu. Mengisi lembar cerita penuh bahagia atau bahkan penuh emosi dan amarah sekalipun.
Kamu pikir aku buta?
Kamu mungkin lupa… Perempuan itu melihat bukan hanya menggunakan mata, tapi juga mereka menggunakan HATI. Tidak hanya mendengar ucapan-ucapan dari bisikan orang diluar sana, tapi juga mendengarkan KATA HATI.
ya… HATI, yang cenderung seringkali terabaikan.
Namun di beberapa kesempatan dan keadaaan justru itu yang lebih diandalkan..
Kamu pikir aku tak melihat apa yang KAMU dan DIA isyaratkan?
Kalian masih saling ketergantungan, masih saling ingin memperhatikan dan diperhatikan.
Cemburu?
Oh, tidak!
Kesal?
Ya, itu wajar terjadi.
Salahkah jika aku pun sebenarnya berada pada posisi yang “terluka” dan ingin diobati?
Mengapa KALIAN hanya terpusat pada inti KAMU dan DIA saja?
Dimana letak AKU?
ya… AKU yang disini merasa terluka juga… merasa ingin di”benahi” juga.
AKU juga terseret dalam cerita KAMU dan DIA… mengapa AKU hanya dianggap bagian yang tidak penting? terutama oleh DIA.
Huh! sungguh ingin ku marah jika mengingatnya…
Tidak sadarkah kalau AKU disini pun menjadi korban.. korban dari KAMU dan DIA. Mengapa hanya kamu yang berhak mendapatkan kata “Maaf” dan “Permohonan” lainnya? Mengapa AKU hanya menjadi yang “Tidak Dianggap”?
Sungguh…. KAMU dan DIA tidak adil..

Senin, 28 Oktober 2013

Kenyataan... Perih. Sakit.

kenyataan memang terkadang tak selamanya mengenakkan hati… Kenyataan justru cenderung membuat perasaan jauh lebih teriris dibandingkan dengan ketertutupan kenyataan…
Semuanya sudah terungkap.. Kisah antara, aku, kamu, dia, (dan ternyata ada mereka).
Perih… sakit… kecewa… hanya itu yang bisa kukatakan bagaimana rasanya mengetahui semua kenyataan. Mengapa semua yang tak mengenakkan datang pada saat bersamaan? disaat yang kubutuhkan saat ini adalah ketenangan dan dukungan dari orang yang (katanya) menyayangiku?
Ingin menangis, namun rasanya air mata ini terlalu berharga untuk sebuah pengkhianatan.
Ingin tersenyum, namun rasanya bibir ini terlalu kelu dan kaku untuk tetap berpura-pura melengkung menghiasi wajah yang sendu.
Ingin melupakan, namun selalu saja ada hal yang membuatku mengingat pada setiap untaian cerita kenyataan yang telah dipertemukan denganku.
Luka… perih… ngilu… tak pernah kurasakan seperti ini sebelumnya. Seperti goresan silet yang mengiris, luka terbuka terkena angin, tertetes air. Sakit. Perih. Ingin menjerit.
Seharusnya aku sudah sadar sebelum ini, akan konsekuensi yang akan ku hadapi dalam perjalanan hubungan ini. Namun tak pernah kusangka jika yang kuhadapi adalah konsekuensi yang sangat besar. Bukan hanya masalah “perbedaan”, namun juga ternyata adalah masalah “pengkhianatan”. Dan aku, bukan jadi yang pertama.
Mungkin aku bisa saja mengatakan, “Aku akan baik-baik saja, seiring berjalannya waktu”, namun hati ini.. ya hati ini terasa perih saat akan mengatakan itu. Aku ingin kuat, aku ingin dikuatkan………………………
Aku terlanjur rapuh……………..
Rapuh karena terlalu percaya pada seorang pengkhianat,
Rapuh karena terlalu menyayangi seorang pengkhianat,